Pengembangan Filsafat Pendidikan di Indonesia
Oleh : Siti Nurhayati PAI-UMY
Sebelum menjelaskan bagaimana pengembangan dari
filsafat pendidikan, berikut ini kami jelaskan sejarah para filsuf yang pernah memberikan kontribusi besar
dengan pemikiran-pemikirannya untuk pendidikan di Indonesia.
1.Ki
Hajar Dewantara (KHD) Biografi
KHD
Mendirikan National Indischhe Partij (NIP), bertujuan untuk membangkitkan
semangat patriotisme dan nasionalisme bagi rakyat Indonesia, untuk memperoleh
kemerdekaan. Taman sisiwa yang didirikan olehnya bertujuan untuk membentuk
watak kepemimpinan dan berpengetahuan luas agar dapat mengembangkan kebudayaan
nasional. Filsafat pendidikan menurutnya KHD adalah “Upaya memanusiakan manusia
secara manusiawi”. Dengan adanya latar belakang tersebut lahirlah suatu
semboyan dan semangat dari KHD yang diberikan untuk guru demi memajukan
pendidikan yakni ing ngarsa sung tuladha/di
depan memberi teladan yakni guru, ing
madya mungun karsa/ mampu memberi
motivasi yakni guru, dan tut wuri
handayani/ mampu memberi dorongan (Wahyudi:2007).
Dalam
pengertiannya bahwa sejatinya dalam mendidik anak adalah memberikan bimbingan
kepada mereka sesuai dengan kodrat alamnya misalnya sesuai dengan bakat anak,
bukan sebaliknya yakni menghambat bahkan membunuh bakat atau keinginan anak itu
sendiri. Bakat adalah suatu pembeda anak dengan mkhluk yang lainnya yang
mempunyai banyaknya kreativitas yang di hasilkannya untuk menuju kesempurnaan
yang dilakukannya dengan kesadaran yang sangat aktif (Mangoekarso:1990). Adapun
konsep guru sebagai pendidik yang diungkapkan KHD adalah sebagai pamong artinya pembimbing sekaligus
pemimpin dan among artinya pengabdian
melalui bimbingan.
2) Ahmad Dahlan Biografi
Filsafat
pendidikan darinya lahir mengikuti dengan nama gerakan yang telah dicetuskannya
pada tanggal 08 Dzulhijjah 1330 H bertepatan pada tanggal 18 November 1912 di
Yogyakarta yakni Muhammadiyah. Disain awal pendidikan yang di cetuskan oleh
Muhammdiyah yakni dari motivasi teologis bahwa manusia akan mencapai derajat
kesempurnaan dalam iman dan ketaqwaan apabila memiliki ilmu pengetahuan. Akan
tetapi motivasi teologis itu di masa sekarang menurut Kozim sangatlah jauh dari
praktik penyelenggaraannya, Sekarang ini pendidikan Muhammdiyah telah terjebak
dalam formata rigid, dimana adanya mekanisme bottom up yang sejatinya dilahirkan agar dapat mendekatkan lembaga
pendidikan itu dengan umat, akan tetapi
dimasa sekarang justru semakin jauh dan tidak inspiratif. Ini terjadi dikarena
para pengelolanya sekarang tidak memposisikan diri mereka sebagai pelayan umat
melainkan mereka memposisikan dirinya sebagai birokrat.
Adapun
tujuan pendidikan Muhhamadiyah yang tertuang dalam Qoidah Pendidikan Dasar dan
Menengah Bab I pasal 3, sebagai berikut:
“Pendidikan dasar dan menengah Muhammdiayah bertujuan membentuk manusia muslim
yang beriman, bertaqwa, berakhlaq mulia, cakap, percaya pada diri sendiri,
berdisiplin , bertanggung jawab, cinta tanah air, memajukan dan
memperkembangkan ilmu pengetahuan dan keterampilan dan beramal menuju
terwujudnya masyarakat utama, adil, dan makmur, yang diridhai Allah SWT. Ide
pembaharuaan mengenai pendidikan oleh Ahmad Dahlan adalah mengikuti pendidikan
kolonial, yang pada saat itu sistem pendidikannya yang paling moderen. Moderen
karena ada pola klasikal yang lebih efisien dan efektif, murid-murid
mendapatkan fasilitas ruang belajar , meja kursi, metode dan materi pmbelajaran
yang tersusun secara sistematis.
3)
Pastor Nicolaus Driyarkarya
Seorang
yang pernah mencetuskan filsafat pendidikan di Indonesia yang berasal dari
Purworejo, tepatnya di desa Kedunggubah . Iya berpendapat bahwa manusia adalah
rekan/teman bagi sesamanya di dunia ini untuk sama-sama mencapai kebahagian di
masayarakat dan bernegara. Hal ini telah mencerminkan nilai dari pancasila
yakni sila ke-2 “ kemanusiaan yang adi dan beradap”. Menurutnya sila ke-2
adalah sentral dari sila-sila yang lainnya dari pancasila. Sila ke-2 ini di
tafsirkan sebagai penghormatan bahwa setiap orang adalah makhluk ciptaan Tuhan
yang mempunyai harkat dan nilai sebagai makhluk Tuhan yang memiliki hak hidup
dan hak bergaul bersama yang dirajutnya bersama manusia lain . wujud dari
pergaulan ini adalah agar mereka bisa saling mendidik, berlaku adil dengan
sesama. Sedangkan Arti pendidikan menurutnya adalah adanya humanisasi dalam
praktiknya artinya bahwa manusia mempunyai harkat dan martabat secara kodrati
sebagai ciptaan Tuhan yang hidup bersama dengan manusia lain dan ingin
diperlakukan dengan cinta dan kasih sayang.
Melihat ketiga filsuf (tokoh
pendidikan) di atas telah mengisyaratkan kepada kita bahwa sejatinya, di
Indonesia mempunyai pemikir yang hebat terutama di bidang pendidikan. Akan
tetapi adanya pemikiran tersebut tidak dikembangkan dan diterapkan secara berkelanjutan
pada masa sekarang oleh para pendidik di Indonesia. Adanya konsep manusia yang
bersifat individual diferences
artinya tak akan pernah sama (pemikiran) individu yang satu dengan yang lain,
begitu juga untuk para filsuf pendidikan di Indonesia. Menurut kami, adanya
sifat manusia (individual diferences) adalah
salah satu penyebab yang sampai sekarang ini, Indonesia belum mempunyai
filsafat pendidikan yang jelas. Mereka saling beradu argumen dan mempertahankan
ego bahwa konsep pendidikan yang paling benar adalah seperti yang mereka jiwai
(sesuai kehendak mereka sendiri).
Selain penyebab
di atas, konsep bagaimana seharusnya pendidikan di Indonesia, filsuf-filsuf ini
terpengaruh juga dengan gaya pemikiran tokoh-tokoh/ negara asing yang mereka
dapatkan lewat pengalamanya belajar di luar negeri. Sehingga mereka mempunyai
keyakinan bahwa filsafat dari negara asing itu baik, karena terbukti dengan
bangsanya yang maju. Pertanyaannya adalah, apakah filsafat tersebut cocok untuk
negara Indonesia, yang meliputi bangsa, kebudayaan dan adat yang berbeda-beda?
Adanya pengalaman oleh filsuf pendidikan
di Indonesia untuk mengembangkan konsep-konsep filsafat dalam konteks
ke-Indonesiaan sebenarnya mereka menggunakan prinsip elektik-inkorporatif yakni suatu metode pengadopsian ajaran fisafat
asing untuk diintegrasikan dengan sistem filsafat pancasila, yang didalamnya
terdapat filsafat pendidikan. Dalam adaptasi ajaran tersebut haruslah
mempertimbangkan kecocokan dan keselarasan dengan nilai-nilai yang sudah ada,
sehingga dapat harmonis.
Konsep dari elektik-inkorporatif 3
diantaranya adalah, ontologis, epistemologis dan aksiologi. Konsep tersebut
dapat dijadikan landasan untuk dikembangakan dan tanpa merubah secara hierarki
nilai dasar sistem filsafat bangsa Indonesia. Adapun konsep ontologis
menerangkan bahwa manusia merupakan
makhluk yang mempunyai jiwa-raga, individu yang sosial, dan sebagai makhluk
pribadi yang diciptakan oleh Tuhan. Adapun epistemologi sebagai cara bagaimana
memperoleh pengetahuan, dan mengendalikan
keahlian sikap serta adanya penanaman nilai dari pengetahuan yang
didapat. Aksiologi terimplikansi dan terjelma dari kebijakan pendidikan
nasional, Peraturan Perundang-undangan, oleh
penguasaan dan juga kemajuan IPTEK. 3 konsep tersebut diharapkan harus
tetap ada/diadopsi guna kemajuan pendidikan di Indonesia dengan tetap
mempertahankan nilai-nilai Pancasila yang fungsinya menurut UU 20 tahun
2003 tentang sistem pendidikan nasional
adalah mengembangkan watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa dan dengan tujuannya untuk mengambangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan demokratis.
Dengan demikian tugas yang besar dan
yang harus segera dilaksanakan untuk seluruh masyarakat Indonesia khususnya
mereka yang berkompeten di bidang pendidikan untuk bersama-sama duduk,
berdiskusi, saling memberi masukan, memilih serta menetapkan bagaimana dan apa
yang menjadi filsafat pendidikan di Indonesia yang mereka dapat dari luar atau
hasil pemikiran sendiri dengan syarat bahwa filsafat tersebut dapat mewujudkan
tujuan pendidikan yang menurut Aristoteles sama dengan tujuan didirikannya
suatu negara (rapar: 1998).
Upaya untuk
mewujudkan filsafat pendidikan di Indonesia (Pernah dilakukannya disuatu
penelitian tentang apakah filsafat pendidikan di Indonesia penting. Penelitian
ini dilakukan oleh Jasin dan kawan-kawan (1994)
dengan responden PGSD, S1, S2, dan S3 IKIP dan para ahli pendidikan di
Jakarta, Bandung dan Surabaya.
Dari penelitian itu dapat disimpulkan bahwa:
1. Belum jelas pengertian pendidikan dan
pengajaran .
2. Ilmu pendidikan kurang dikembangkan
3. Ilmu pendidikan kurang fungsional untuk
menyiapkan para calon guru.
4. Belum jelas apakah Ilmu Pendidikan
merupakan ilmu dasar atau ilmu terapan.
5. Struktur Ilmu Pendidikan kurang dikenal.
6. Belum jelas apakah guru mendidik dan
mengajar atau hanya mengajar saja.
Adanya enam
masalah tersebut menjelaskan bahwa pendidikan sebagai ilmu belum ditangani
dengan baik, adanya ketidakjelasan dari konsep pendidikan dan pengjaran juga
membingungkan para guru, apakah hal tersbut menjadi ilmu dasar atau sebuah ilmu
terapan. Kondisi ini terjadi karena belum digali dan tidak ada pengembangan
terhadap ilmu tersebut.
Dilihat dari
hasil penelitian diatas bahwasannya kami menganalisis secara khusus, adanya
ketidak pemahaman para calon pendidik mengenai konsep pendidikan dan
pengajaran. Hal ini cukup riskan sebenarnya, karena hal ini merupakan suatu
konsep dan dasar dari kelancaran proses pendidikan, akan tetapi sangat sedikit
yang mengetahui bahkan menerapkannya dengan baik.
Menurut
Fethullah Gulen filsuf pendidikan dari Turki menyatakan secara teoritis
pengertian mendidik dan mengajar tidaklah sama. Mengajar berarti menyerahkan
atau manyampaikan
ilmu pengetahuan atau keterampilan dan lain sebagainya kepada orang lain,
dengan menggunakan cara-cara tertentu sehingga ilmu-ilmu tersebut bisa menjadi
milik orang lain. Sedangkan mendidik tidak cukup hanya dengan memberikan ilmu
pengetahuan ataupun keterampilan, melainkan juga harus ditanamkan pada anak
didik mengenai nilai moral, dan norma-norma susila yang tinggi dan luhur. Dari
pengertian diatas dapat kita ketahui bahwa mendidik lebih luas dari pada
mengajar. Mengajar hanyalah alat atau sarana dalam mendidik dan mendidik harus
mempunyai tujuan dan nilai-nilai yang tinggi.
b.Arah pengembangan
filsafat pendidikan Indo
Untuk membentuk
teori pendidikan Indonesia yang valid terlebih dahulu dibutuhkan filsafat pendidikan
yang bercorak Indonesia yang memadai. Filsafat ini akan menguraikan tentang :
1. Pengertian pendidikan yang jelas, yang
satu, dan berlaku di seluruh tanah air
2. Tujuan pendidikan yaitu pembentukan
manusia Indonesia seutuhnya yang diwarnai oleh sila-sila Pancasila.
3. Model pendidikan, yang membahas tentng
model pendidikan di Indonesia yang tepat
4. Cara mencapai tujuan yaitu segi teknik
dari pendidikan itu sendiri.
Ada penjelasan
di atas terlihat ada pernyataan bahwa kita harus memberikan konsep yang jelas
tentang pendidikan itu sebenarnya apa dan perlu
diingat arah pengembangan pendidikan
juga harus memperhatikan dasar filsafat negara Indonesia sendiri. Sehingga
pendidikan yang diselenggarakan tetap memberikan nilai-nilai. Adapun esensi
nilai dari pancasila
1) Tuhan, yaitu
sebagai kausa prima
2) Manusia,
yaitu makhluk individu dan makhluk sosial
3) Satu, yaitu
kesatuan memiliki kepribadian sendiri
4) Rakyat, yaitu
unsur mutlak negara, harus bekerja sama dan hergotong royong;
serta
5) Adil, yaitu
memberikan keadilan kepada diri sendiri dan orang lain yang menjadi haknya.
Adanya pemaparan dari Aristoteles di atas
terlihat bahwa Pancasila sebagai dasar negara Indonesia sebagai
ruh yang harus dijiwai oleh setiap masyarakat di Indonesia agar tercapai
masyrakat yang sejahtera. Begitu juga dengan perumusan
filsafat pendidikan di Indonesia. Nilai-nilai tersebut harus ada, agar tujuan
dari pendidikan yang termasuk didalamnya tujuan negara dapat tercapai. Menurut
kami adanya konsep elektik-inkorporatif dapat diterapkan di Indonesia. Konsep tersebut juga memberikan pernyataan
bhawa ia tidak melupakan nilai-nilai dari kebudayaan di suatu negara mislanya
Indonesia (Pancasila). Kecendrungan kami apabila memlikih aliran dari filsafat
ini adalah konstruktivisme yang dan konsep yang pendidikan yang di cetuskan
oleh filsuf pendidikan dari Indonesia sendiri, yakni Ki Hajar Dewantara.
Daftar pustaka
Jalaludin
dan Abdullah idi ,2012. Filsafat pendidikan . PT Rajagrafindo. Jakarta
jurnal.umku.ac.id/download.php?file=membedah-filsafat...esensialisme.
Sudarsono.
2008. Ilmu Filsafat. Jakarta: Rineka Cipta.
Bakhtiar,
Amsal. 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
http://id.wikipedia.org/wiki/Ontologi
Saksono, Ign.
Gatut, “Pendidikan yang Memerdekakan Siswa”, Yogyakarta: CV Diandra Primamitra
Media, 2008.
Pidarta Made
“Landasan Kependidikan stimulus Ilmu Kependidikan Bercorak Indonesia”, Jakarta:
PT Rieneka Cipta, 2000.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar