SITI NURHAYATI PAI UMY (20120720116) اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُAHLAN WA SAHLAN SOBAT SELAMAT MEMBACA DAN MOHON KOMENTAR,SARAN SERTA KRITIKNYA YA

Minggu, 16 November 2014

ESSAY


                                       Pengembangan Filsafat Pendidikan di Indonesia 
                                                     Oleh : Siti Nurhayati PAI-UMY
  
      Sebelum menjelaskan bagaimana pengembangan dari filsafat pendidikan, berikut ini kami jelaskan sejarah para filsuf  yang pernah memberikan kontribusi besar dengan pemikiran-pemikirannya untuk pendidikan di Indonesia.
1.Ki Hajar Dewantara (KHD) Biografi
        KHD Mendirikan National Indischhe Partij (NIP), bertujuan untuk membangkitkan semangat patriotisme dan nasionalisme bagi rakyat Indonesia, untuk memperoleh kemerdekaan. Taman sisiwa yang didirikan olehnya bertujuan untuk membentuk watak kepemimpinan dan berpengetahuan luas agar dapat mengembangkan kebudayaan nasional. Filsafat pendidikan menurutnya KHD adalah “Upaya memanusiakan manusia secara manusiawi”. Dengan adanya latar belakang tersebut lahirlah suatu semboyan dan semangat dari KHD yang diberikan untuk guru demi memajukan pendidikan yakni ing ngarsa sung tuladha/di depan memberi teladan yakni guru, ing madya mungun karsa/ mampu memberi motivasi yakni guru, dan tut wuri handayani/ mampu memberi dorongan (Wahyudi:2007).
        Dalam pengertiannya bahwa sejatinya dalam mendidik anak adalah memberikan bimbingan kepada mereka sesuai dengan kodrat alamnya misalnya sesuai dengan bakat anak, bukan sebaliknya yakni menghambat bahkan membunuh bakat atau keinginan anak itu sendiri. Bakat adalah suatu pembeda anak dengan mkhluk yang lainnya yang mempunyai banyaknya kreativitas yang di hasilkannya untuk menuju kesempurnaan yang dilakukannya dengan kesadaran yang sangat aktif (Mangoekarso:1990). Adapun konsep guru sebagai pendidik yang diungkapkan KHD adalah sebagai pamong artinya pembimbing sekaligus pemimpin dan among artinya pengabdian melalui bimbingan.

baca selengkapnya
2) Ahmad Dahlan Biografi
    Filsafat pendidikan darinya lahir mengikuti dengan nama gerakan yang telah dicetuskannya pada tanggal 08 Dzulhijjah 1330 H bertepatan pada tanggal 18 November 1912 di Yogyakarta yakni Muhammadiyah. Disain awal pendidikan yang di cetuskan oleh Muhammdiyah yakni dari motivasi teologis bahwa manusia akan mencapai derajat kesempurnaan dalam iman dan ketaqwaan apabila memiliki ilmu pengetahuan. Akan tetapi motivasi teologis itu di masa sekarang menurut Kozim sangatlah jauh dari praktik penyelenggaraannya, Sekarang ini pendidikan Muhammdiyah telah terjebak dalam formata rigid, dimana adanya mekanisme bottom up yang sejatinya dilahirkan agar dapat mendekatkan lembaga pendidikan  itu dengan umat, akan tetapi dimasa sekarang justru semakin jauh dan tidak inspiratif. Ini terjadi dikarena para pengelolanya sekarang tidak memposisikan diri mereka sebagai pelayan umat melainkan mereka memposisikan dirinya sebagai birokrat.
      Adapun tujuan pendidikan Muhhamadiyah yang tertuang dalam Qoidah Pendidikan Dasar dan Menengah  Bab I pasal 3, sebagai berikut: “Pendidikan dasar dan menengah Muhammdiayah bertujuan membentuk manusia muslim yang beriman, bertaqwa, berakhlaq mulia, cakap, percaya pada diri sendiri, berdisiplin , bertanggung jawab, cinta tanah air, memajukan dan memperkembangkan ilmu pengetahuan dan keterampilan dan beramal menuju terwujudnya masyarakat utama, adil, dan makmur, yang diridhai Allah SWT. Ide pembaharuaan mengenai pendidikan oleh Ahmad Dahlan adalah mengikuti pendidikan kolonial, yang pada saat itu sistem pendidikannya yang paling moderen. Moderen karena ada pola klasikal yang lebih efisien dan efektif, murid-murid mendapatkan fasilitas ruang belajar , meja kursi, metode dan materi pmbelajaran yang tersusun secara sistematis.

3)  Pastor Nicolaus Driyarkarya
     Seorang yang pernah mencetuskan filsafat pendidikan di Indonesia yang berasal dari Purworejo, tepatnya di desa Kedunggubah . Iya berpendapat bahwa manusia adalah rekan/teman bagi sesamanya di dunia ini untuk sama-sama mencapai kebahagian di masayarakat dan bernegara. Hal ini telah mencerminkan nilai dari pancasila yakni sila ke-2 “ kemanusiaan yang adi dan beradap”. Menurutnya sila ke-2 adalah sentral dari sila-sila yang lainnya dari pancasila. Sila ke-2 ini di tafsirkan sebagai penghormatan bahwa setiap orang adalah makhluk ciptaan Tuhan yang mempunyai harkat dan nilai sebagai makhluk Tuhan yang memiliki hak hidup dan hak bergaul bersama yang dirajutnya bersama manusia lain . wujud dari pergaulan ini adalah agar mereka bisa saling mendidik, berlaku adil dengan sesama. Sedangkan Arti pendidikan menurutnya adalah adanya humanisasi dalam praktiknya artinya bahwa manusia mempunyai harkat dan martabat secara kodrati sebagai ciptaan Tuhan yang hidup bersama dengan manusia lain dan ingin diperlakukan dengan cinta dan kasih sayang.

     Melihat ketiga filsuf (tokoh pendidikan) di atas telah mengisyaratkan kepada kita bahwa sejatinya, di Indonesia mempunyai pemikir yang hebat terutama di bidang pendidikan. Akan tetapi adanya pemikiran tersebut tidak dikembangkan dan diterapkan secara berkelanjutan pada masa sekarang oleh para pendidik di Indonesia. Adanya konsep manusia yang bersifat individual diferences artinya tak akan pernah sama (pemikiran) individu yang satu dengan yang lain, begitu juga untuk para filsuf pendidikan di Indonesia. Menurut kami, adanya sifat manusia (individual diferences) adalah salah satu penyebab yang sampai sekarang ini, Indonesia belum mempunyai filsafat pendidikan yang jelas. Mereka saling beradu argumen dan mempertahankan ego bahwa konsep pendidikan yang paling benar adalah seperti yang mereka jiwai (sesuai kehendak mereka sendiri).
      Selain penyebab di atas, konsep bagaimana seharusnya pendidikan di Indonesia, filsuf-filsuf ini terpengaruh juga dengan gaya pemikiran tokoh-tokoh/ negara asing yang mereka dapatkan lewat pengalamanya belajar di luar negeri. Sehingga mereka mempunyai keyakinan bahwa filsafat dari negara asing itu baik, karena terbukti dengan bangsanya yang maju. Pertanyaannya adalah, apakah filsafat tersebut cocok untuk negara Indonesia, yang meliputi bangsa, kebudayaan dan adat yang berbeda-beda?
     Adanya pengalaman oleh filsuf pendidikan di Indonesia untuk mengembangkan konsep-konsep filsafat dalam konteks ke-Indonesiaan sebenarnya mereka menggunakan prinsip elektik-inkorporatif yakni suatu metode pengadopsian ajaran fisafat asing untuk diintegrasikan dengan sistem filsafat pancasila, yang didalamnya terdapat filsafat pendidikan. Dalam adaptasi ajaran tersebut haruslah mempertimbangkan kecocokan dan keselarasan dengan nilai-nilai yang sudah ada, sehingga dapat harmonis.
     Konsep dari elektik-inkorporatif 3 diantaranya adalah, ontologis, epistemologis dan aksiologi. Konsep tersebut dapat dijadikan landasan untuk dikembangakan dan tanpa merubah secara hierarki nilai dasar sistem filsafat bangsa Indonesia. Adapun konsep ontologis menerangkan bahwa manusia  merupakan makhluk yang mempunyai jiwa-raga, individu yang sosial, dan sebagai makhluk pribadi yang diciptakan oleh Tuhan. Adapun epistemologi sebagai cara bagaimana memperoleh pengetahuan, dan mengendalikan  keahlian sikap serta adanya penanaman nilai dari pengetahuan yang didapat. Aksiologi terimplikansi dan terjelma dari kebijakan pendidikan nasional, Peraturan Perundang-undangan, oleh  penguasaan dan juga kemajuan IPTEK. 3 konsep tersebut diharapkan harus tetap ada/diadopsi guna kemajuan pendidikan di Indonesia dengan tetap mempertahankan nilai-nilai Pancasila yang fungsinya menurut UU 20 tahun 2003  tentang sistem pendidikan nasional adalah mengembangkan watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan dengan tujuannya  untuk mengambangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan demokratis.
      Dengan demikian tugas yang besar dan yang harus segera dilaksanakan untuk seluruh masyarakat Indonesia khususnya mereka yang berkompeten di bidang pendidikan untuk bersama-sama duduk, berdiskusi, saling memberi masukan, memilih serta menetapkan bagaimana dan apa yang menjadi filsafat pendidikan di Indonesia yang mereka dapat dari luar atau hasil pemikiran sendiri dengan syarat bahwa filsafat tersebut dapat mewujudkan tujuan pendidikan yang menurut Aristoteles sama dengan tujuan didirikannya suatu negara (rapar: 1998).
    Upaya untuk mewujudkan filsafat pendidikan di Indonesia (Pernah dilakukannya disuatu penelitian tentang apakah filsafat pendidikan di Indonesia penting. Penelitian ini dilakukan oleh Jasin dan kawan-kawan (1994)  dengan responden PGSD, S1, S2, dan S3 IKIP dan para ahli pendidikan di Jakarta, Bandung dan Surabaya.
Dari penelitian itu dapat disimpulkan bahwa:
1.      Belum jelas pengertian pendidikan dan pengajaran .
2.      Ilmu pendidikan kurang dikembangkan
3.      Ilmu pendidikan kurang fungsional untuk menyiapkan para calon guru.
4.      Belum jelas apakah Ilmu Pendidikan merupakan ilmu dasar atau ilmu terapan.
5.      Struktur Ilmu Pendidikan kurang dikenal.
6.      Belum jelas apakah guru mendidik dan mengajar atau hanya mengajar saja.
     Adanya enam masalah tersebut menjelaskan bahwa pendidikan sebagai ilmu belum ditangani dengan baik, adanya ketidakjelasan dari konsep pendidikan dan pengjaran juga membingungkan para guru, apakah hal tersbut menjadi ilmu dasar atau sebuah ilmu terapan. Kondisi ini terjadi karena belum digali dan tidak ada pengembangan terhadap ilmu tersebut.
      Dilihat dari hasil penelitian diatas bahwasannya kami menganalisis secara khusus, adanya ketidak pemahaman para calon pendidik mengenai konsep pendidikan dan pengajaran. Hal ini cukup riskan sebenarnya, karena hal ini merupakan suatu konsep dan dasar dari kelancaran proses pendidikan, akan tetapi sangat sedikit yang mengetahui bahkan menerapkannya dengan baik.
   Menurut Fethullah Gulen filsuf pendidikan dari Turki menyatakan secara teoritis pengertian mendidik dan mengajar tidaklah sama. Mengajar berarti menyerahkan atau manyampaikan ilmu pengetahuan atau keterampilan dan lain sebagainya kepada orang lain, dengan menggunakan cara-cara tertentu sehingga ilmu-ilmu tersebut bisa menjadi milik orang lain. Sedangkan mendidik tidak cukup hanya dengan memberikan ilmu pengetahuan ataupun keterampilan, melainkan juga harus ditanamkan pada anak didik mengenai nilai moral, dan norma-norma susila yang tinggi dan luhur. Dari pengertian diatas dapat kita ketahui bahwa mendidik lebih luas dari pada mengajar. Mengajar hanyalah alat atau sarana dalam mendidik dan mendidik harus mempunyai tujuan dan nilai-nilai yang tinggi.

b.Arah pengembangan filsafat pendidikan Indo
Untuk membentuk teori pendidikan Indonesia yang valid terlebih dahulu dibutuhkan filsafat pendidikan yang bercorak Indonesia yang memadai. Filsafat ini akan menguraikan tentang :
1.      Pengertian pendidikan yang jelas, yang satu, dan berlaku di seluruh tanah air
2.      Tujuan pendidikan yaitu pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang diwarnai oleh sila-sila Pancasila.
3.      Model pendidikan, yang membahas tentng model pendidikan di Indonesia yang tepat
4.      Cara mencapai tujuan yaitu segi teknik dari pendidikan itu sendiri.
     Ada penjelasan di atas terlihat ada pernyataan bahwa kita harus memberikan konsep yang jelas tentang pendidikan itu sebenarnya apa dan perlu diingat  arah pengembangan pendidikan juga harus memperhatikan dasar filsafat negara Indonesia sendiri. Sehingga pendidikan yang diselenggarakan tetap memberikan nilai-nilai. Adapun esensi nilai dari pancasila
1) Tuhan, yaitu sebagai kausa prima
2) Manusia, yaitu makhluk individu dan makhluk sosial
3) Satu, yaitu kesatuan memiliki kepribadian sendiri
4) Rakyat, yaitu unsur mutlak negara, harus bekerja sama dan hergotong royong;
serta
5) Adil, yaitu memberikan keadilan kepada diri sendiri dan orang lain yang menjadi haknya.
    Adanya pemaparan dari Aristoteles di atas terlihat bahwa Pancasila sebagai dasar negara Indonesia sebagai ruh yang harus dijiwai oleh setiap masyarakat di Indonesia agar tercapai masyrakat yang sejahtera. Begitu juga dengan perumusan filsafat pendidikan di Indonesia. Nilai-nilai tersebut harus ada, agar tujuan dari pendidikan yang termasuk didalamnya tujuan negara dapat tercapai. Menurut kami adanya konsep elektik-inkorporatif dapat diterapkan di Indonesia. Konsep tersebut juga memberikan pernyataan bhawa ia tidak melupakan nilai-nilai dari kebudayaan di suatu negara mislanya Indonesia (Pancasila). Kecendrungan kami apabila memlikih aliran dari filsafat ini adalah konstruktivisme yang dan konsep yang pendidikan yang di cetuskan oleh filsuf pendidikan dari Indonesia sendiri, yakni Ki Hajar Dewantara.


Daftar pustaka
            Jalaludin dan Abdullah idi ,2012. Filsafat pendidikan . PT Rajagrafindo. Jakarta
jurnal.umku.ac.id/download.php?file=membedah-filsafat...esensialisme.

             Tafsir, Ahmad. 2004. Filsafat Ilmu. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
             Sudarsono. 2008. Ilmu Filsafat. Jakarta: Rineka Cipta.
             Bakhtiar, Amsal. 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
             http://id.wikipedia.org/wiki/Ontologi

Saksono, Ign. Gatut, “Pendidikan yang Memerdekakan Siswa”, Yogyakarta: CV Diandra Primamitra Media, 2008.
Pidarta Made “Landasan Kependidikan stimulus Ilmu Kependidikan Bercorak Indonesia”, Jakarta: PT Rieneka Cipta, 2000.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar